Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ayah Bunda yang dirahmati Allah,
Semoga kita semua selalu berada dalam lindungan-Nya.
Pernah nggak sih, Ayah dan Bunda bertanya-tanya, “Apakah prestasi akademis itu benar-benar segalanya?” Kadang, kita sebagai orang tua sering terjebak dengan harapan tinggi agar anak selalu mendapatkan nilai sempurna di sekolah. Kita ingin mereka jadi yang terbaik, juara kelas, dapat ranking satu. Tapi, apakah itu memang yang terpenting dalam hidup mereka?
Mari kita bahas lebih dalam dari sudut pandang psikologi dan ilmu tentang otak.
1. Otak Anak dan Stres Akademis
Pertama-tama, kita perlu pahami bagaimana otak anak bekerja, terutama saat mereka dihadapkan dengan tekanan akademis. Dalam ilmu neurosains, kita tahu bahwa otak anak-anak masih dalam tahap perkembangan, terutama bagian yang disebut prefrontal cortex. Bagian ini bertanggung jawab untuk pengambilan keputusan, perencanaan, dan pengendalian diri. Otak ini sangat penting untuk berpikir kritis dan memecahkan masalah. Sayangnya, prefrontal cortex ini baru berkembang sempurna saat usia 25 tahun!
Jadi, ketika anak terus-menerus ditekan untuk berprestasi secara akademis, bagian otak ini akan mudah lelah dan kewalahan. Otak mereka akan mengaktifkan respons stres, yang mana amigdala (bagian otak yang bertanggung jawab atas emosi) mengambil alih. Akibatnya, anak menjadi lebih cemas, mudah marah, atau bahkan depresi karena tekanan yang terlalu berat.
2. Bahaya Terlalu Fokus pada Prestasi Akademis
Kita perlu sadar bahwa terlalu fokus pada prestasi akademis bisa berdampak negatif pada perkembangan anak secara keseluruhan. Menurut beberapa penelitian, anak-anak yang selalu ditekan untuk mencapai standar akademis yang tinggi tanpa memperhatikan minat dan bakatnya sering kali mengalami beberapa masalah berikut:
3. Mengapa Minat dan Bakat itu Penting?
Nah, di sinilah pentingnya memperhatikan minat dan bakat anak. Setiap anak unik dengan caranya masing-masing. Ada yang berbakat di bidang seni, ada yang jago olahraga, ada yang suka menulis, dan ada juga yang berbakat di bidang sains. Jika kita sebagai orang tua hanya berfokus pada nilai akademis tanpa memperhatikan minat dan bakat mereka, kita bisa melewatkan potensi besar yang ada dalam diri mereka.
Menurut penelitian dalam psikologi perkembangan, ketika anak-anak didorong untuk mengeksplorasi minat dan bakat mereka, mereka cenderung lebih termotivasi dan lebih bersemangat dalam belajar. Mereka merasa lebih puas dengan diri mereka sendiri dan memiliki rasa percaya diri yang lebih tinggi.
Otak mereka juga menghasilkan lebih banyak dopamin, neurotransmitter yang terkait dengan rasa senang dan kepuasan. Dengan kata lain, ketika mereka melakukan sesuatu yang mereka sukai, otak mereka sebenarnya “hadiah” mereka dengan perasaan bahagia. Ini membuat proses belajar menjadi lebih menyenangkan dan bermakna.
Sebagai orang tua Muslim, kita perlu memahami bahwa kesuksesan tidak hanya diukur dari nilai di rapor atau piala di lemari. Dalam Islam, kesuksesan sejati terletak pada akhlak yang mulia, keimanan yang kokoh, dan kemampuan untuk memberikan manfaat bagi orang lain.
Bukankah saat ini banyak sekali orang-orang yang sukses tidak melalui jalur akademis atau jalur karir di perkantoran.
Saya mengenal beberapa pelukis yang mengajarkan ilmu melukisnya dan menjual hasil karyanya. Namun penghasilannya bisa puluhan juta tiap bulannya. Ilmunya bisa bermanfaat bagi banyak orang. Dia juga bukan alumni sekolah atau kuliah desain. Hanya belajar mandiri dan ikut kursus sana sini.
Saya tahu sekali ada alumni pesantren teman saya yang sukses mempunyai perusahaan travel umroh haji. Jamaahnya ratusan hingga ribuan orang. Dia sukses juga bukan dari jalur akademis.
Saya juga mengenal seorang pengusaha yang memulai usahanya dari nol dan kini omset bisnisnya bisa ratusan milyar dan usahanya bisa bermanfaat bagi ratusan karyawannya.
Saya yakin, Allah sudah memberikan jalur rezekinya masing-masing sesuai bakat anak-anak kita. Tinggal kita gali potensi mereka akan berkembang di bidang apa.
Jadi, bagaimana kita bisa menyeimbangkan antara pentingnya prestasi akademis dan memperhatikan minat serta bakat anak?
Anak-anak yang terlibat dalam kegiatan di luar akademik dan diberi kebebasan untuk mengeksplorasi minat mereka memiliki keterampilan sosial dan emosional yang lebih baik, serta tingkat kebahagiaan yang lebih tinggi.
Jadi, apakah prestasi adalah segalanya? Tentu tidak. Prestasi akademis memang penting, tapi bukan segalanya. Yang jauh lebih penting adalah bagaimana anak kita berkembang sebagai manusia yang seutuhnya, bagaimana mereka mengenal diri mereka sendiri, menemukan minat dan bakat mereka, serta membangun keterampilan yang dibutuhkan untuk menghadapi kehidupan.
Mari kita dukung anak-anak kita dengan cara yang lebih bijaksana, memahami mereka, dan membimbing mereka menjadi versi terbaik dari diri mereka sendiri, bukan hanya di sekolah, tetapi juga dalam kehidupan. Ingat, setiap anak adalah anugerah, dan mereka berhak untuk menjadi diri mereka yang terbaik, bukan hanya di atas kertas, tapi juga di dunia nyata.
Sudah siap untuk mulai melihat anak-anak kita dari sudut pandang yang berbeda dan lebih positif? Berikut adalah beberapa tugas sederhana yang bisa Ayah dan Bunda mulai lakukan hari ini. Perubahan besar dimulai dari langkah-langkah kecil, jadi mari kita mulai!
Tugas: Selama seminggu, luangkan waktu setiap hari untuk mengamati aktivitas anak. Catat kegiatan apa saja yang mereka lakukan dengan antusias dan penuh semangat. Apakah mereka suka menggambar, bermain bola, dokter-dokteran, atau mungkin membantu di dapur?
Tujuan: Memahami lebih baik minat dan bakat anak agar bisa mendukungnya dengan cara yang tepat.
Tugas: Setiap kali anak melakukan sesuatu, baik itu tugas sekolah atau aktivitas lainnya, fokuskan pujian pada usaha mereka, bukan pada hasil akhirnya. Misalnya, katakan, “Ayah suka lihat bagaimana kamu berusaha keras menyelesaikan tugas ini,” daripada “Wah, nilainya bagus sekali.”
Tujuan: Membantu anak memahami bahwa usaha dan proses belajar lebih penting daripada hasil akhir, serta membangun rasa percaya diri mereka.
Tugas: Setiap malam sebelum tidur, ceritakan kisah-kisah inspiratif dari tokoh-tokoh yang berhasil bukan hanya karena prestasi akademis, tapi karena mengikuti passion dan bakat mereka. Misalnya, cerita tentang Abdurrahman bin Auf – radhiyallahu’anhu, yang suka berdagang. Walaupun beliau tidak memiliki apa-apa saat baru hijrah ke Madinah, namun beliau sungguh-sungguh berusaha sehingga Allah karuniakan dia kesuksesan dalam berdagang.
Tujuan: Menanamkan pemahaman bahwa keberhasilan tidak hanya datang dari prestasi akademis tetapi juga dari keberanian mengejar minat dan bakat.
Tugas: Pilih satu hari dalam seminggu sebagai “Hari Tanpa Nilai”. Pada hari ini, hindari membicarakan nilai akademis atau tugas sekolah. Fokuskan pada kegiatan yang menyenangkan dan memperkuat hubungan, seperti bermain game keluarga, memasak bersama, atau jalan-jalan ke taman.
Tujuan: Membuat anak merasa dicintai dan dihargai bukan hanya karena prestasi akademis mereka tetapi karena siapa mereka sebenarnya.
Tugas: Luangkan waktu bersama anak untuk duduk dan berbicara tentang cita-cita mereka. Tanyakan pertanyaan seperti, “Apa yang kamu suka lakukan?” atau “Apa yang ingin kamu lakukan di masa depan?” Berikan perhatian penuh pada apa yang mereka katakan tanpa menghakimi atau mengarahkan.
Tujuan: Membantu anak merasa bahwa suara dan impian mereka didengarkan dan dihargai, serta mendukung mereka dalam mengeksplorasi minat mereka lebih lanjut.
Tugas: Setiap hari, luangkan waktu beberapa menit untuk menulis di jurnal refleksi orang tua. Tulis tentang pengalaman hari ini dalam mencoba memahami dan mendukung minat anak, tantangan apa yang dihadapi, dan perasaan apa yang muncul.
Tujuan: Memberikan refleksi pribadi yang membantu Ayah dan Bunda menyadari perubahan pola pikir mereka terhadap prestasi anak dan bagaimana hal itu mempengaruhi hubungan mereka.
Tugas: Setiap hari, berikan anak pilihan yang berhubungan dengan minat mereka. Misalnya, “Hari ini, kamu mau belajar lewat video atau lewat membaca buku?” atau “Mau pilih belajar matematika sambil bermain game edukasi atau pakai kartu-kartu matematika?”
Tujuan: Membuat anak merasa lebih berdaya dalam proses belajar dan lebih tertarik pada kegiatan yang dilakukan.
Semoga kita dapat membantu anak-anak kita menemukan potensi terbaik mereka dan menghargai proses belajar yang mereka jalani. InsyaAllah, mereka akan tumbuh menjadi pribadi yang berakhlak mulia dan bermanfaat bagi masyarakat.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Danang H Alifianto CCLS, CTRS, CCHS
Pola Asuh Positif